Posted by : Unknown Rabu, 23 Oktober 2013

27. Tercapainya Cita-cita Sang Yogi Print E-mail
Yang diharapkan dari Pemanfaatan Samyama yang benar.

Melalui Samyama terhadap kejadian-kejadian dan kelangsungannya, dicapai viveka.
Darisini muncul ketajaman visi terhadap lebih dari satu hal atau kejadian yang serupa, yang tidak dapat dibedakan menurut kelas, karakteristik, atau posisinya.
Pemahaman secara simultan terhadap semua objek berikut setiap aspeknya adalah viveka-jñana.
[YS III.53 - III.55]
Viveka-jñana merupakan pencapaian internal, sebagai kulminasi pendakian spiritual seorang sadhaka. Disini tampak bahwa yoga mengarahkan para sadhaka pada Jñana Yoga atau menjadi seorang jñani sempurna. Dalam berguru spiritual di jaman dahulu, konon yang mula pertama diminta adalah penguasaan viveka dan vairagya, demikian Swami Krishnananda pernah mengutarakan.
Terkait dengan itu ada baiknya kita simak paparan pengalaman J. Krishnamurti, dalam ‘masa persiapan’-nya sebelum memasuki tingkat diksha (inisiasi). Dalam sebuah kitab kecil, yang ketika itu ditulisnya di bawah bimbingan Annie Besant, yang diberi judul (dalam bahasa Indonesia) "Dikaki Guru Sejati", diungkap:
“Mereka yang berdiri disamping-Nya, tahu apa sebabnya mereka ada disini, dan apa yang seharusnya mereka perbuat, merekapun berusaha melakukannya. Orang-orang lain, belum tahu apa yang harus mereka kerjakan, dan oleh karena itu mereka sering berbuat bodoh. Mereka mencoba menemukan jalan untuk diri sendiri, yang menurut pikiran mereka akan memberi kesenangan pada mereka, tanpa mengerti, bahwa ‘semuanya adalah Satu’; dan dengan hanya menuruti kehendak 'Yang Satu' itulah sebenarnya kebahagiaan teranugrahi kepada siapapun juga. Semestinya mereka mengikuti yang sejati, akan tetapi mereka malah mengikuti yang tidak-sejati. Sebelum mereka dapat belajar membedakan yang dua itu, belumlah mereka menempatkan dirinya di sisi Tuhan. Jadi, penguasaan viveka adalah langkah yang pertama”.
Seperti yang dipaparkan dalam sutra III.55, Samyama hendaknya diarahkan pada penyempurnaan viveka-jñana; ia jelas bukan untuk mengumpulkan berbagai siddhi, atas dalih apapun. Patanjali memaparkan Yoga Sutra ini utamanya guna menunjukkan jalan menuju Kaivalyam; bukan untuk menjerumuskan siapapun lantaran dibelenggu oleh siddhi-siddhi itu.
Bagi mereka yang memang punya motivasi-awal ingin menarik dan mengumpulkan pengikut sebanyak-banyaknya, siddhi-siddhi tentu merupakan pencapaian penting yang amat didambakan. Siddhi-siddhi —kemampuan adikodrati yang memang mengagumkan ini—amat menggiurkan dan punya daya-tarik yang besar bagi kebanyakan orang. Awam amat mudah dikecoh dan ditarik lewat pamer siddhi-siddhi ini. Paradigmanya bak ‘gayung bersambut’. Padahal Ashtanga Yoga samasekali tidak dirancang untuk itu. Ini akan lebih ditegaskan lagi oleh Patanjali dalam Kaivalya Pãda.
Dalam “Understanding Yoga”, Sri Swami Sivananda dengan mengingatkan para peminat Yoga agar berhati-hati. Beliau memaparkan beberapa contoh yang umum ditemukan, yang beliau tegaskan sebagai ‘bukan Yoga’. Diantara contoh-contoh yang seringkali mengelirukan dan mengecoh awam itu adalah:
• Seorang lelaki mengubur dirinya hidup-hidup dalam satu kotak di bawah tanah.  Ia melakukannya dengan menutup lubang hidungnya dengan menggunakan  Khechari Mudra (salah-satu cara pengaturan nafas dalam HathaYoga). Tanpa diragukan lagi, ini memang sebuah Kriya yang sulit. Ia kemudian memasuki Jada Samãdhi. Ini merupakan suatu keadaan seperti tidur nyenyak. Samskara-samskara dan vasana-vasana tidak terbakar melalui Samãdhi ini. Ia tidak bangkit kembali dengan membawa serta pengetahuan luhur superintuisional (jñana). Ini tak dapat memberikan Mukti atau Kebebasan. Ini hanya sejenis pertunjukan prestasi kekuatan saja. Ini bukanlah ciri spiritualitas sejati. Orang-orang umumnya memanfaatkan Kriya ini untuk mendapatkan uang, nama dan kemasyuran. Setelah mereka keluar dari kotak itu, merekapun menengadahkan tangannya meminta uang. Mereka juga seringkali membuat transaksi terlebih dahulu, sebelum mereka masuk ke dalam kotak itu.
• Seseorang yang terikat tangan dan kakinya dengan rantai besi dan dikurung dalam satu ruangan. Sebelum Anda mengunci pintu ruangan itu ia berdiri di belakang Anda. Masuklah ke dalam ruangan untuk melihatnya; Andapun melihatnya masih disana. Tak diragukan lagi, ini tentu teramat mengagumkan. Ini hanyalah sebuah trik. Ini sejenis jãlam atau ilusi.
• Beberapa orang dapat duduk di atas selembar papan yang dipenuhi paku-paku tajam sambil mengunyah ular layaknya mengunyah coklat. Bila Anda menusukkan sebatang jarum panjang  pada kedua tangannya; tak ada darah yang keluar.
• Beberapa diantaranya dapat menuangkan air dari batu. Seorang yogi palsu, charlatan yogi, dapat mempertunjukkan semua itu melalui kehebatan trik-trik atau jãlam-nya. Akan tetapi semua itu tidak ada hubungannya samasekali dengan yoga sejati.
Masyarakat awam umumnya akan mudah terkecoh dan menyangka bahwa seseorang sebagai seorang yogi atau Guru spiritual, bila ia mampu menunjukkan beberapa bentuk siddhi. Ini benar-benar merupakan kekeliruan serius. Mereka tak seharusnya dipercaya secara berlebihan hanya lantaran itu. Awam amat mudah menjadi korban tipuan para yogi palsu ini. Mereka seharusnya menggunakan nalar sehatnya. Mereka seharusnya mempelajari cara-cara yang digunakan, kebiasaan-kebiasaan, watak, kelakuan, vritti, svabhava, keturunan, dsb., dari para calon Guru spiritualnya, dan bila perlu menguji pengetahuan mereka tentang kitab-kitab suci, sebelum mereka menarik suatu kesimpulan apapun tentang itu.

Tercapainya cita-cita Sang Yogi Sejati.

Manakala sattvam sama sucinya dengan Purusa, inilah Kaivalyam.
[YS III.56]
Sattvam merupakan sifat luhur dari Pradhana, dari semesta material ini. Sementara Purusa sendiri memang suci adanya. Sattvam yang benar-benar murni —samasekali tanpa kontaminasi dari sifat Rajas dan Tamas— akan sedemikian jernih dan transparannya sehingga tidak memberi pewarnaan atau penyifatan lain apapun kepada Purusa—yang sejak awal memang suci itu. Sattvam yang benar-benar murni sama artinya dengan tidak ada samasekali pengaruhnya terhadap Purusa, sehingga Purusa kembali tegak dalam kesucian-Nya. Kondisi inilah yang dimaksudkan dengan ‘sattvam sama sucinya dengan Purusa’. Walaupun hampir sepanjang bagian ini kita disajikan banyak siddhi yang dimungkinkan lewat Samyama, namun pada sutra terakhir ini kita diberi penegasan yang teramat jelas, bahwasanya Kaivalya identik dengan Kesucian Batin. Batin yang bebas dari segala kekotoran adalah batin yang suci. Dalam batin yang suci inilah Kaivalyam ditemukan. Jalan Pensucian Batin juga adalah Jalan Pembebasan.
sumber:http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=316&Itemid=93

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Popular Post

Blogger templates

SELAMAT DATANG DI BLOG SUGITA WIBHUSHAKTI
Diberdayakan oleh Blogger.

Arsip Blog

- Copyright © SUGITA WIBHUSHAKTI -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -