34. RAJA YOGA ~ Dasar-dasar Pemahaman dan Petunjuk-petunjuk Praktis bagi para Penekun |
|
|
Disebutkan bahwasanya penemu dari Yoga klasik adalah
Hiranyagarbha Sendiri. Adalah Maharishi Patanjali yang memformulasikan
pengetahuan ini dalam suatu sistem pengajaran yang diberi nama Ashtanga
Yoga atau Raja Yoga. Ini membentuk salah-satu dari Shad-Darsana, Enam
Sistem Filsafat Hindu Klasik. Vyasa telah menjelaskan Yoga Sutra
Patanjali dan ini telah berhasil dikembangkan lebih jauh lagi oleh
seorang pujangga terpelajar yang cemerlang bernama Vachaspati Mishra,
serta melalui tulisan-tulisan yang mengagumkan dari Vijñana Bhikshu.
=== SRI SWAMI SIVANANDA SARASVATI
=== FILOSOFI DARI YOGA.
Yoga, sepaham dengan Sankhya; mereka memegang pandangan dimana ada
suatu prinsip yang bersifat kekal dan hadir dimana-mana, yakni Prakriti
disamping suatu prinsip pluralitas dari Kesadaran yang juga ada
dimana-mana, yakni Purusha. Yoga juga menerima prinsip ketiga yakni:
Ishvara. Kontak antara Purusha dengan Prakriti inilah menimbulkan
evolusi lanjut dalam berbagai implikasinya. Purusha —karena Aviveka
(tiada berkemampuan untuk membedakan)— menyangka ada suatu individu
ketika mengidentifikasi Prakriti beserta berbagai modifikasinya itu.
Yoga
menitik-beratkan pada metode pembebasan Purusha dari belenggu ini,
melalui upaya yang benar. Oleh karena itu, Yoga lebih merupakan metode
praktis guna pencapaian, ketimbang suatu paparan filosofis semata.
Sebagai suatu sistem filsafat (Darsana), ia merupakan Sa-Ishvara
Sankhya, yaitu dengan memasukkan ke-duapuluhlima Tattva dari Sankhya
serta menambahkan satu lagi yakni: Ishvara. Dengan demikian, Yoga
melengkapi karakteristiknya sebagai suatu sistem Sadhana yang bersifat
praktis.
Ketika diselubungi oleh tembok penghalang kebodohan
(Aviveka), Purusha menyangka bahwa Ia tidak sempurna, tak-lengkap, dan
menyangka kalau kelengkapan itu hanya dapat dicapai melalui
penggabungannya dengan Prakriti. Purusha lalu —katakanlah demikian—mulai
menggapai Prakriti; dan dengan disinari oleh kesadaran-Nya, Prakriti
yang tiada berdaya (lembam) mulai mempertunjukkan berbagai
objek-objeknya secara kaleidoskopis. Purusha, disebabkan oleh
Prakriti-Samyoga—penyamaan-diri dengan Prakriti, tampak ingin merasakan
kenikmatan dari objek-objek ini. Ia berbuat seperti yang sudah-sudah;
tampak berupaya meraih objek-objek tersebut. Kini belenggu—walaupun
sesungguhnya tidak esensial bagi Purusha—menjadi lengkap dan selanjutnya
lingkaran visi serupa itu tersimpan terus. Transmigrasi dari
masing-masing individu, seperti itu, adalah konsekwensi dari Aviveka
beserta segala efek-efeknya. Yoga, melalui proses ilmiahnya, memotong
lingkaran ini satu-per-satu dan mengantarkan menuju Kaivalya Moksha,
yang merupakan realisasi dari Purusha (sejati), yang bebas dari Prakriti
beserta segenap evolusinya.
Jauh dalam lubuk hati setiap orang, ada
suatu keyakinan yang mendalam akan adanya Makhluk Tertinggi, kepada
siapa seorang Sadhaka berpaling untuk memohon bantuan dan bimbingan,
perlindungan maupun inspirasi. Namun sang ego tidak mengijinkan ini
terjadi. Hanya dengan cara melepaskan Purusha dari penjara sang ego
saja, Purusha dapat dilepaskan dari jaring Prakriti. Sang ego memang
dengan bersusah-payah bisa ditundukkan melalui analisa subjektif saja;
akan tetapi adalah mudah untuk membedakan ego—yang terpisah dari
Purusha—bila ia dengan suka-rela menyerahkan-dirinya sebagai suatu
persembahan pada altar-persembahan kepada Yang Maha Kuasa; inilah
Ishvarapranidhana. Inilah hipotesa dari Yoga, sebagai tambahan dari
nasehatnya agar berupaya dengan gigih (Sadhana-Marga).
YOGA SUTRA PATANJALI — Untaian Permata Mulia Spiritual-filosofis.
Raja
Yoga adalah raja dari semua Yoga. Ia secara langsung berurusan dengan
batin. Dalam Yoga ini tidak ada perjuangan dengan Prana maupun jasmani
(Apana). Tidak diperlukan lagi kriya-kriya dari Hatha Yoga. Sang Yogi
duduk dengan sederhana, memperhatikan dan mententeramkan
gelembung-gelembung pemikirannya. Beliau mengheningkan-cipta,
menjinakkan gelombang pikiran dan memasuki kondisi tanpa-pemikiran
(thoughtless state) atau Asamprajñata Samãdhi; itulah Raja Yoga.
Walaupun
Raja Yoga merupakan suatu falsafah dualistika yang mengolah Prakriti
dan Purusha, ia membantu siswa Advaitik untuk merealisasikan
penunggalannya. Walaupun diingatkan tentang keberadaan Purusha, pada
puncaknya Purusha menjadi identik dengan Purusha Tertinggi (Parama
Purusha) atau Brahman, seperti yang disebutkan dalam
Upanishad-upanishad. Raja Yoga mendorong siswa untuk mencapai tingkatan
tertinggi di tangga spritual, yakni Brahman.
Sistem Yoga dari
Patanjali tertuang dalam bentuk sutra-sutra. Sebuah sutra berupa sebuah
sloka pendek yang padat makna. Ia berupa ungkapan-ungkapan aphoristis.
Ia mengandung kedalaman makna, serta signifikasi-signifikansi
tersembunyi. Para Rshi di jaman dahulukala punya suatu tradisi dalam
mengekspresikan ide-ide filosofis maupun realisasinya, hanya dalam
bentuk sutra-sutra saja. Amat sulit mengertikan maksud yang terkandung
didalam sutra-sutra, tanpa bantuan komentar atau penjelasan seorang
pembimbing atau Guru yang telah memahami Yoga dengan baik. Seorang Yogi
yang sepenuhnya telah merealisasikan Yoga, akan mampu menjelaskan
sutra-sutra dengan indahnya. Secara harfiah, sutra juga berarti sebuah
untaian. Layaknya berbagai bunga beraneka warna yang dirangkai secara
apik, dan membentuk sebuah rangkaian bunga. Seperti juga mutiara-mutiara
yang diuntai menggunakan seutas tali untuk membentuk sebuah kalung,
demikian pula halnya ide-ide dari Sang Yogi teruntai cantik dalam
sutra-sutra.
Yoga Sutra disusun dalam beberapa bab. Bab pertama
adalah Samãdhi-pãda. Ia memaparkan beberapa jenis Samãdhi. Ia berisikan
51 Sutra. Hambatan-hambatan dalam meditasi, lima bentuk Vritti (pusaran
pikiran) dan cara mengendalikannya, tiga bentuk Vairagya, sifat-sifat
dari Ishvara, berbagai metode untuk mencapai Samãdhi serta cara untuk
menghadirkan kedamaian hati melalui pengembangan sifat-sifat luhur, juga
dipaparkan disini.
Bab kedua adalah Sãdhana-pãda. Ia terdiri atas 55
Sutra. Ia memaparkan Kriya Yoga, seperti, Tapa, ajaran penyerahan-diri
pada Tuhan, lima Klesha atau noda-noda batin, metode-metode untuk
menghancurkan noda-noda yang menghalangi pencapaian Samãdhi ini, Yama
dan Niyama beserta hasil-hasilnya, praktek Āsana dan Pranayama beserta
manfaat-manfaatnya, Pratyahara serta keuntungan yang diperoleh, dll.
Bab
ketiga adalah Vibhuti-pãda. Ia terdiri dari 56 Sutra. Ia menyangkut
Dharana, Dhyana serta berbagai bentuk Samyama pada objek-objek
eksternal, pikiran, chakra-chakra internal serta beberapa objek lain,
yang dapat menghadirkan berbagai macam Siddhi.
Bab ke-empat adalah
Kaivalya-pãda atau bab Kebebasan Sejati, yang tersusun dari 34 Sutra. Ia
memaparkan tentang kebebasan yang dicapai oleh seorang Yogi yang telah
matang (full-blown Yogi), yang telah dapat membedakan dengan baik mana
Prakriti dan mana Purusha, yang telah terpisah dari Tri Guna. Ia juga
memaparkan tentang pikiran dan prilakunya. Dharmamegha Samãdhi juga
dijelaskan disini.
KONDISI-KONDISI BATIN DALAM PRAKTEK RAJA YOGA.
Raja
Yoga memberikan perhatian khusus terutama pada batin,
modifikasi-modifikasinya dan pengendaliannya. Ada lima kondisi batin
yakni, Kshipta, Mudha, Vikshipta, Ekagra (Ekagrata) dan Niruddha.
Umumnya pikiran—yang adalah proponen batin yang paling aktif—berlarian
ke segala arah; sinar-sinarnya terpencar dan kacau. Inilah yang disebut
dengan kondisi Kshipta. Terkadang batin lupa diri, ia dipenuhi oleh
kedunguan (Mudha). Ketika Anda berlatih berkonsentrasi, pikiran tampak
dapat terpusat sejenak, namun cepat terganggu lagi. Kondisi batin inilah
yang dinamakan Vikshipta. Akan tetapi bila ia bertahan lebih lama dan
telah dilatih secara berulang-ulang, dan dibantu dengan merafalkan Nama
Tuhan, ia menjadi terpusat pada satu titik. Keterpusatan inilah yang
disebut kondisi Ekagrata. Nantinya, iapun sepenuhnya
terkendali—Niruddha. Ia siap untuk tercerap dalam Parama Purusha, ketika
Anda memasuki Asamprajñata Samãdhi.
Guna mencapai kedamaian batin,
Anda harus menyemaikan empat sifat-sifat luhur —Maitri, Karuna, Mudita
and Upeksha. Anda harus punya Maitri (rasa persahabatan yang penuh welas
asih), Anda memandang semuanya dalam sikap-batin yang setara. Anda
harus memiliki sifat Karuna (rasa belas-kasihan) kepada mereka yang
sedang dirundung malang. Andapun mesti punya Mudita (rasa empati dan
bersimpati) pada mereka yang lebih beruntung dari Anda. Rasa
kebercukupan atau belas-kasihan secara pasti menghancurkan kedengkian.
Semuanya adalah saudara-saudara kita. Bila seseorang ditempatkan pada
posisi yang lebih baik dari Anda, berbahagialah atasnya. Bila sedang
lewat di antara orang-orang hina, pandanglah mereka tiada beda dengan
kita. Inilah yang dinamakan Upeksha (stabil dalam tiada
membeda-bedakan). Dengan jalan ini Anda akan mencapai kedamaian hati.
NODA-NODA BATIN.
Lima Noda batin yang merupakan sumber penderitaan adalah:
1. Avidya — kebodohan batiniah: memandang kekal yang tak-kekal, murni yang tak murni;
2. Asmita — egoisme;
3. Raga —keterikatan atau kecintaan;
4. Dvesha —ke-engganan, penolakan atau kebenciaan; dan
5. Abhinivesha —keterikatan yang kuat pada kehidupan rendah, yang menimbulkan ketakutan yang amat sangat pada kematian.
Samãdhi
menghancurkan semua ini. Raga dan Dvesha, rasa suka-tak-suka, punya
lima kondisi: Udara (termanifestasikan sepenuhnya), Vicchinna
(tersembunyi atau terselubung), Tanu (menipis), Prasupta (tidak aktif )
dan Dagdha (terbakar musnah).
• Pada manusia duniawi yang masih
terlelap dalam keduniawian, Raga dan Dvesha merupakan Udara Avastha.
Mereka ada dalam kondisi yang meluas; maksudnya, Raga dan Dvesha bermain
secara penuh dan tanpa tendeng aling-aling lagi.
• Vicchinna
Avastha adalah kondisi dimana Raga dan Dvesha tersembunyi. Pasangan
suami-istri terkadang bertengkar; saat itu cinta tersembunyi sejenak.
Setelah si istri tersenyum kembali, cintapun menampakkan dirinya lagi.
Inilah contoh dari Vicchinna Avastha.
• Beberapa orang yang
melakukan sedikit Pranayama, Kirtan dan Japa. Pada mereka Raga dan
Dvesha mulai menipis; kondisi inilah yang dinamakan Tanu Avastha.
• Terkadang pula, berhubung kondisinya tidak sesuai, mereka dalam kondisi tidak aktif —Prasupta Avastha.
• Namun dalam Samãdhi mereka terbakar musnah —Dagdha.
Raga
dan Dvesha memastikan Samsara ini. Pikiran (manas) adalah suatu
kekuatan yang tidak memiliki suatu entitas nyata, namun sementara waktu
seolah-olah demikian, dan menyelubungi Jiva. Ia mengatasi Prana. Ia juga
mengatasi materi. Akan tetapi di atas pikiran ada kemampuan memilih dan
memilah-milah (Viveka). Viveka dapat mengendalikan pikiran; kerinduan
terhadap Diri-Jati Anda atau Atma-Vichara dapat mengendalikan pikiran.
Bilamana Anda telah menghancurkan Raga-Dvesha lewat meditasi dan
Samãdhi, pikiran akan sirna (tiada berdaya lagi). Yang mesti Anda
upayakan setiap hari adalah melatih konsentrasi ke dalam (dharana),
walau hanya lima atau sepuluh menit; Andapun akan mampu mengendalikan
pikiran dan memasuki alam Samãdhi.
HAMBATAN-HAMBATAN DALAM MEDITASI.
Ada
beberapa hambatan dalam bermeditasi. Vedanta menguraikan
hambatan-hambatan tersebut berupa: kerisauan (laya), pikiran yang cepat
berubah (vikshepa), keinginan-keinginan terselubung (kashaya) dan
keterjebakkan dalam kebahagiaan yang timbul dalam Samãdhi yang lebih
rendah tingkatannya (rasasvada).
Patanjali mengutarakan: “Penyakit,
kebodohan, keragu-raguan, kecerobohan, kemalasan, keduniawian, ilusi,
kehilangan tujuan, ketidak-stabilan mental —semua itu merupakan
hambatan-hambatan dalam Yoga.” Duka-cita, kemurungan, gemetaran
(tremor), tarikan dan hembusan nafas yang tidak wajar merupakan
pembantu-pembantu yang lebih menguatkan hambatan-hambatan utama itu.
Anda harus menyingkirkannya terlebih dahulu.
Bila Anda dikuasai
kantuk tatkala bermeditasi, berdirilah, basuh muka dengan air dingin,
lakukan beberapa Āsana dan Pranayama. Kantukpun akan berlalu. Di jaman
dahulu, bagi mereka yang memiliki choti (jalinan rambut panjang), ada
yang mengikat rambutnya ke paku di dinding ruangan —sehingga bila jatuh
tertidur saat bermeditasi, paku seolah-olah menarik rambut dan
membangunkannya. Makanlah makanan ringan saja di malam hari.
Abhyasa
dan Vairagya merupakan dua jalan terbaik untuk menyingkirkan berbagai
hambatan. Vairagya (tanpa kegandrungan) bukan berarti lari dari dunia.
Vairagya merupakan suatu sikap-batin. Analisalah pemikiran-pemikiran
Anda sendiri. Amankanlah motivasi-motivasi luhur Anda. Sedapat mungkin,
hindarilah objek-objek yang paling Anda gandrungi. Bilamana kegandrungan
pada sesuatu telah lenyap, selanjutnya Anda dapat menggunakan
pengalaman tersebut sebagai acuan guna melepaskan
kegandrungan-kegandrungan yang lain.
TIGA KELAS PENEKUN.
Raja Yoga
adalah jalan mulia untuk membebaskan diri dari penderitaan. Ia mencakup
perlakuan intensif terhadap empat masalah besar manusia: penderitaan,
sebab-sebab penderitaan, terbebas dari penderitaan dan jalan
pembebasannya. Praktek latihan dari metode-metode yang disajikan dalam
Raja Yoga mengantarkan pada pemusnahan segala derita dan pencapaian
kebahagiaan sejati. Berlatihlah mulai hari ini! Jangan lewatkan barang
seharipun. Ingat, masing-masing hari mengantarkanmu semakin mendekat
pada tujuan akhir dari kelahiran kita sebagai manusia di dunia ini. Anda
telah menyianyiakan banyak hari, banyak bulan dan banyak tahun selama
ini. Anda tak menyadarinya karena Anda telah meminum minuman keras yang
bernama Moha. Karena itulah Anda tidak mengerti sebab sesungguhnya dari
semua derita hidup duniawi ini.
Penyebab utama dari derita ini adalah
Avidya. Manakala mentari pemilah-milah (Viveka) telah terbit di dalam,
Sang Purusha mulai menyadari kalau Ia berbeda dengan Prakriti, bahwa Ia
bebas dan tiada terpengaruhi. Raja Yoga memberi Anda sebuah metode
paling praktis yang mengantarkan Anda pada kondisi yang mengagumkan ini.
Menurut
Raja Yoga, ada tiga tipe penekun —Uttama, Madhyama dan Adhama Adhikari.
Bagi masing-masing tipe, disediakan tiga jenis Sadhana.
• Bagi
Uttama Adhikari (penekun kelas utama) Raja Yoga menyediakan Abhyasa dan
Vairagya. Ia mempraktekkan meditasi kepada Sang Diri-Jati; ia
mempraktekkan Chitta-Vritti-Nirodha (penghentian pusaran-pusaran batin)
dan dengan cepat memasuki alam Samãdhi. Inilah praktek Abhyasa yang
didukung oleh Vairagya.
• Bagi Madhyama Adhikari (penekun kelas
menengah) disediakan Kriya Yoga: Tapa, Svadhyaya dan Ishvarapranidhana.
Tapa adalah kesederhanaan atau kepolosan. Ketanpa-akuan (egolessness)
dan pelayanan tanpa pamerih, merupakan bentuk-bentuk teragung dari Tapa.
Kerendahan hati dan tanpa keinginan untuk kepentingan pribadi atau
ketulusan, juga merupakan bentuk-bentuk teragung dari Tapa. Praktekanlah
mereka melalui pelayanan terus-menerus, tanpa henti dan dengan tanpa
pamerih. Praktekkanlah tiga jenis Tapa yang disebutkan dalam Bhagavad
Gita. Penerapan disiplin diri seperti upavasa, dll., juga merupakan
praktek dari Tapa ini. Svadhyaya adalah mempelajari kitab-kitab ajaran
spiritual juga melaksanakan japa (merafalkan secara berulang-ulang) dari
Ishta Mantra Anda. Ishvarapranidhana adalah penyerahan-diri sepenuhnya
kepada Tuhan dan melaksanakan setiap tugas sebagai Ishvararpana, sebagai
persembahan kepada-Nya. Tiga bentuk Sadhana dari para Madhyama Adhikari
yang terbenam dalam meditasi yang mendalam, secara cepat akan
mengantarkannya mencapai Kaivalya Moksha.
• Bagi Adhama Adhikari,
tipe penekun ter-rendah, Raja Yoga menyediakan Ashtanga Yoga atau
delapan tahapan Sadhana —Yama, Niyama, Āsana, Pranayama, Pratyahara,
Dharana, Dhyana dan Samãdhi.
ASHTANGA YOGA.
Raja Yoga dari
Patanjali umumnya juga disebut Ashtanga Yoga yaitu Yoga dengan delapan
lengan (tahapan); melalui pempraktekannya, kebebasan dapat dicapai.
Kedelapan lengan tersebut adalah: Yama, Niyama, Āsana, Pranayama,
Pratyahara, Dharana, Dhyana, dan Samãdhi.
Delapan tahap ini telah
tersusun sedemikian rupa secara ilmiah. Mereka merupakan langkah-langkah
alamiah dalam sebuah tangga yang mengantarkan manusia menuju
sifat-sifat kedewataannya yang sejati. Semua jaring-jaring yang
melekatkan Purusha pada Prakriti dipotong secara pasti. Pemutusan ini
membebaskan Purusha untuk menikmati Kebebasan, Kaivalya Moksha. Inilah
tujuan dari Raja Yoga.
Yama dan Niyama memurnikan perbuatan seseorang
dan menjadikannya lebih Sattvik. Tamas dan Rajas —yang merupakan
pilar-pilar kokoh Samsara—diruntuhkan dengan sepuluh kanon dari Yama dan
Niyama (Panca Yama dan Panca Niyama Brata); kesucian batinpun
meningkat. Sifat-sifat individu menjadi Sattvik.
Āsana memberi
kemampuan pada individu untuk mengendalikan impuls-impuls Rajasik; dan
pada saat yang bersamaan membentuk landasan kuat Antaranga Sadhana, atau
proses Yoga di dalam (yang membentuk suatu sikap-batin luhur—pen.).
Pranayama
mengantarkan penekun bertatap-muka secara langsung dengan
Prinsip-Kehidupan (Life-Principle). Kendalikan Prinsip-Kehidupan; ini
memberikan suatu pandangan mendalam pada kekuatan yang memotivasinya. Ia
dibuat sadar atas fakta bahwasanya keinginan menjaga kekuatan-hidup.
Keinginanlah yang menyebabkan terjadinya eksternalisasi pikiran.
Keinginanlah tempat peraduan dari Vritti-vritti. Vritti-vritti
bersama-sama membentuk pikiran, dan pikiranlah yang menghubungkan
Purusha dengan Prakriti.
Bila pikiran hancur, maka Vritti-vritti pun
terkikis. Bila Vritti-vritti terkikis, maka keinginanpun akan tercabut
hingga ke akar-akarnya. Sang Yogi lalu dengan cepat bisa menarik ke
dalam semua sinar pikirannya dari tenaga penggeraknya yang ada di luar.
Proses inilah yang disebut dengan Pratyahara.
Guna menemukan akar
dari pikiran, yang merupakan benih-keinginan, ia membutuhkan sinar yang
menerangi seluruh pikirannya. Pada saat yang bersamaan, sinar itu
memberi kekuatan untuk bertahan terhadap eksternalisasi pikiran dan
memutuskan lingkaran setan itu, memutuskan hubungan keinginan untuk
memanifestasikan dirinya lagi akibat adanya aktivitas pikiran itu
sendiri. Sorotan sinar yang terkonsentrasi ini akan terpancar langsung
ke akar dari pikiran itu sendiri; dan pikiran pun terpegang dan
terawasi. Inilah yang dinamakan Dharana.
Nah....kesadaran yang telah
sedemikian lamanya mengalir keluar, kini terkumpul kembali dan mengalir
kembali menuju sumbernya, yakni Purusha yang ada di dalam. Inilah proses
dalam Dhyana.
Hubungan dengan Prakriti kini telah sirna. Purusha
mengalami kondisi kebebasan transendental —Kaivalya— dalam Nirvikalpa
Samãdhi. Kebodohan pun hancur kini. Purusha kini menyadari bahwa
kesadaran-Nyalah yang memberi kekuatan pada Prakriti untuk
menyenangkan-Nya, memberi-Nya kenikmatan, menyelubungi-Nya, dan akhirnya
membelenggu-Nya. Ia kini menikmati kebahagiaan yang merupakan sifat
sejati-Nya, dan tetap tinggal bebas dan penuh kebahagiaan selamanya
(Anandam). Semua bentuk-bentuk pemikiran sirna untuk selamanya dalam
Nirvikalpa Samãdhi. Benih-benih keinginan dan VĀsana serta Samskara
hangus sepenuhnya; inilah yang disebut dengan Nirbija Samãdhi.
Sang
Yogi yang berada dalam Status Tertinggi ini kehilangan seluruh kesadaran
eksternalnya, demikian pula halnya dengan semua kesadaran dualitas atau
kebhinekaannya; beliau bahkan kehilangan ide tentang aku-nya (Asmita)
dalam Asamprajñata Samãdhi. Inilah Status Tertinggi dimana Sang Purusha
berada mantap dalam Svarupa-Nya.
TEKUNLAH WAHAI PENEKUN SEJATI!
Jangan
berkhayal bahwa Anda seorang Uttama Adhikari, dimana Anda cukup duduk
bermeditasi dan langsung tercerap dalam Samãdhi. Anda akan mengalami
kejatuhan yang mengenaskan. Setelah berlatih bertahun-tahun sekalipun
Anda tidak akan memperoleh suatu kemajuan yang berarti, karena jauh di
dalam lubuk-hatimu masih bersembunyi keinginan-keinginan dan
keserakahan, Vritti-vritti yang berada jauh dari jangkauan Anda.
Tekunlah!
Lakukanlah analisis yang cermat terhadap hati dan pikiranmu. Walau Anda
seorang penekun kelas wahid sekalipun, anggaplah diri hanya sebagai
penekun kelas terendah dan latihlah selalu kedelapan tahapan Sadhana,
seperti yang diuraikan oleh Raja Yoga. Semakin banyak waktu yang Anda
habiskan pada dua langkah pertama, yakni Yama dan Niyama, semakin
sedikit nantinya waktu yang akan Anda perlukan untuk mencapai
kesempurnaan meditasi. Memang persiapan membutuhkan waktu cukup lama.
Tapi jangan menunggu hingga sempurna dalam Yama dan Niyama, sebelum
melangkah menuju Āsana, Pranayama dan meditasi.
Cobalah meraih
kemantapan dalam Yama dan Niyama, dan pada saat yang bersamaan latihlah
Āsana, Pranayama dan meditasi sebanyak Anda bisa. Dengan demikian
keberhasilan akan lebih cepat tercapai. Andapun akan lebih cepat
tercerap ke dalam Nirvikalpa Samãdhi dan mencapai Kaivalya Moksha.
Bagaimana kondisi tertinggi tersebut?; tak seorangpun pernah
mengutarakannya, karena sesungguhnya terlampau terbatas kata-kata guna
mengungkapkannya.
Berlatihlah dengan tekun, wahai penekun sejati,
realisasikanlah Sang Diri-Jati. Semoga engkau bersinar laksana seorang
Yogi sempurna dalam kehidupan ini!
Judul asli “RAJA YOGA”;
diinterpretasikan dari edisi website The Divine Life Society yang telah
di-update pada hari Minggu 14 Juli 1996.
sumber:http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=322&Itemid=93