Posted by : Unknown
Rabu, 23 Oktober 2013
Membangun SDM yang Sakti |
Membangun SDM yang Sakti
Oleh I Ketut Wiana
Sakti ngaranya ikang sarwajnyana lawan sarwa karya
(Wrespati Tattwa.14)
Maksudnya: Sakti namanya banyak memiliki ilmu pengetahuan suci dan banyak kerja berdasarkan ilmu pengetahuan tersebut.
Budaya – Balipost Minggu, 11 April 2010
Membangun SDM yang Sakti
Oleh I Ketut Wiana
Sakti ngaranya ikang sarwajnyana lawan sarwa karya
(Wrespati Tattwa.14)
Maksudnya: Sakti namanya banyak memiliki ilmu pengetahuan suci dan banyak kerja berdasarkan ilmu pengetahuan tersebut.
Pengertian ''sakti'' di kalangan umat Hindu di Bali masih banyak yang belum sesuai dengan konsep sakti menurut pustaka suci yang ada seperti Pustaka Wrehaspati Tattwa yang dikutip di atas. Pengertian masyarakat akan istilah sakti itu umumnya masih negatif, seperti dikonotasikan pada orang yang menganut ilmu hitam. Bisa merobah diri dari manusia menjadi kera, kambing, rangda atau sinar yang di Bali disebut ''endih'' dll.
Bahkan sekarang istilah SDM, SAKTI itu diplesetkan ke dalam bahasa Bali sebagai anekdot ''Semengan Ada Kliyang kliyeng Tengai Ilang'' artinya pagi ada terus mundar mandir sudah agak siang menghilang. Itulah yang ditujukan pada sementara SDM yang malas dan kurang berkualitas.
Menurut teks pustaka suci Wrehaspati Tattwa pengertian sakti itu amat positif. Bahkan idealnya dipakai inspirasi untuk membangun SDM yang beruwalitas. Prof. Dr. Ida Bagus Mantra mantan Gubernur Bali periode 1978-1988 pernah menyatakan syarat SDM yang berkualitas minimal memiliki tiga unsur yaitu sehat jasmani, tenang rokhani dan profesional.
Kalau syarat ini dikaitkan dengan konsep sakti menurut Wrehaspati Tattwa sloka 14 di atas ketiga syarat tersebut membutuhkan pengembangan ilmu pengetahuan. Membangun jasmani yang sehat tidak mungkin tanpa dasar ilmu pengetahuan. Banyak orang sakit atau kurang sehat karena tidak memiliki pengetahuan tentang tata cara memelihara kesehatan jasmaninya.
Misalnya makan tidak berdasarkan ilmu pengetahuan tentang makanan seperti pengetahuan tentang gizi atau ilmu nutrisi. Setidak-tidaknya SDM yang ingin memelihara agar jasmaninya sehat seyogianya memiliki sedikit pengetahuan tentang ilmu gizi atau nutrisi yang praktis untuk diterapkan untuk diri mereka sendiri. Demikian juga tata cara menjaga stamina tubuh yang bugar seyogianya dimiliki juga oleh SDM yang ingin sehat.
Dalam Ayur Veda ada tiga cara menjaga hidup yang sehat yaitu ahara, wihara dan ausada. Ahara adalah tentang tata cara memelihara kesehatan dengan mengkonsumsi makanan menurut ilmu gizi yang dianjurkan. Demikian juga membangun sikap yang benar dan tepat dalam hal makanan. Menyangkut masalah makanan ada empat hal yang wajib dipahami yaitu etika mencari makan, ilmu memilih makanan, ilmu mengolah makanan dan ada ilmu menentukan pola makan yang benar dan tepat.
Demikian juga membangun SDM berkualitas itu ditentukan juga oleh wihara. Maksudnya cara SDM bersangkutan menentukan gaya hidupnya. Gaya hidup yang jauh dari kenyataan hidup akan menjadi beban hidup. Beban hidup yang berat di luar kemampuan SDM bersangkutan untuk mendukungnya, akan dapat menjadi sumber gangguan mental. Kalau gaya hidup itu sesuai dengan kenyataan hidup dan kemampuan SDM bersangkutan maka resiko menderita takanan mental amat kecil adanya.
Demikian juga menyangkut perawatan kesehatan (ausada) amat menentukan kwalitas SDM tersebut. Kalau ingin mendapatkan kehidupan yang sehat dan bugar yang agak prima, maka cara memelihara kesehatan itu amat menentukan kwalitas SDM bersangkutan.
SDM berkualitas sesungguhnya tidak lain dari SDM yang sakti menurut konsep pustaka Wrehaspati Tattwa. SDM yang sakti adalah SDM yang memiliki banyak ilmu setidak-tidaknya amat mendalam pada suatu ilmu tertentu dan juga banyak pengalaman dalam menerapkan ilmu yang dimiliki oleh SDM bersangkutan. Untuk memiliki banyak ilmu itu SDM bersangkutan hendaknya senantiasa menjadikan belajar itu sebagai suatu tradisi hidupnya.
Ilmu juga dipelajari itu akan berguna bagi yang bersangkutan maupun bagi orang lain atau masyarakat luas apabila ilmu yang diperoleh itu senantiasa dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam Bhagawad Gita IV, 34 ada dinyatakan carilah ilmu sampai menjadi orang bijak dengan cara bertanya-tanya dan melakukan pengabdian. Melakukan pengabdian dengan berdasarkan ilmu yang dimiliki akan membuat orang menjadi mahir baik dalam teori maupun praktek. Dengan pengabdian itu ilmu yang dimiliki akan teruji kesahihannya.
Bahkan dalam Wrehaspati Tattwa 33 ada dinyatakan tiga ciri hidup sukses secara duniawi yang disebut Wahya Siddhi yaitu dyayana, tarka jnyana dan dana. Artinya terus belajar mencari ilmu sepanjang masa (dyayana). Tarka jnyana artinya terus-menerus berupaya menterjemahkan ilmu yang didapatkan dan menerapkannya dalam kehidupan ini sesuai dengan swadharmanya.
Penerapan ilmu itu sampai berhasil memberikan kontribusi (dana) pada kehidupan ini baik berguna bagi kehidupan dirinya sendiri maupun bagi masyarakat luas dan alam lingkungan. Kalau SDM yang memiliki komitmen yang kuat dalam menterjemahkan ilmu yang diperolehnya itu sampai berhasil memberikan nilai tambah bagi hidup semua pihak. SDM yang demikian itulah yang dapat disebut SDM yang sakti. Karena telah memiliki banyak ilmu dan juga banyak kerja sampai berhasil berkontribusi pada bidang kerja yang dilakukan. Inilah SDM yang sukses secara duniawi atau wahya siddhi.
Semua pihak dalam kehidupan ini hendaknya memberikan dorongan dan dukungan bagi SDM untuk terus menerus mencari ilmu dan berlatih untuk menerapkan ilmu yang diperolehnya sampai menjadi SDM trampil dan profesional. Demikian juga SDM yang berkualitas itu adalah SDM yang memiliki ketenangan rokhani atau ketenangan jiwa.
Ketenangan jiwa akan diperoleh apa bila memiliki wawasan spiritual yang kuat sebagai sumber perberdayaan intelektual untuk mengendalikan kepekaan emosional. Dengan demikian dalam menempuh perjalanan hidup SDM bersangkutan akan senantiasa melakukan segala sesuatunya secara terukur sesuai dengan norma-norma hidup yang baik, benar dan wajar. Dengan cara hidup yang demikian itu tidak banyak bikin masalah diluar kemampuannya untuk mengatasinya. Hidup yang tidak banyak dihadang masalah akan lebih tenang rokhaninya.